mau dapat penghasilan gratis? klik di bawah ini!

readbud - get paid to read and rate articles

Jumat, 12 Agustus 2011

Syukurilah Hidupmu.....

Matanya terus meneteskan air mata. Turun, menuruni kedua pipinya yang putih. Terus ke dekat dagunya. Dan jatuh perlahan. Dari setiap tetesan air matanya, ia merasa bersyukur atas pertolongan Allah. Allah telah mendamaikan hatinya yang kesepian. Allah telah menenteramkan hatinya yang gundah. Ia merasa tak sendiri lagi. Karena Allah selalu bersamanya.
Bibirnya basah karena terus berdzikir, memuji Asma Allah. Ia pejamkan kedua matanya untuk mentafakuri betapa besar kasih sayang Allah padanya. Ia merasa malu, bahwa selama ini ia jauh dari Allah. Ia tak pandai mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Dan ia tak pandai memanfaatkan waktu yang diberikan Allah padanya. Ia memohon ampunan pada Allah. Berharap semoga dosa-dosanya dihapus.

Di atas sebuah sajadah, ia bersimpuh. Tunduk dan merasa takut pada Allah. Ada sebuah rasa penyesalan yang begitu besar yang ia rasakan. Karena dulu ia pernah putus asa dalam menjalani kehidupan. Kehidupan yang waktu itu menurutnyabegitu kejam, dan tak adil baginya. Betapa tidak ? Ibunya yang begitu ia cintai meninggal dunia ketika ia berumur 12 tahun. Ia merasa sangat kehilangan. Kehilangan seseorang yang telah menjadi bagian dari hidupnya.
Ia menangis. Air matanya tak terbendung lagi. Ia begitu sayang pada ibunya. Waktu itu, ia baru merasakan betapa sedih dan sengsaranya kehilangan seorang ibu. Ia begitu menyesal. Tak banyak bakti yang ia berikan pada ibunya. Dan waktu itu, ia hanya bisa melihat jenazah ibunya yang terbujur kaku dan dibalut kain kafan, terbaring di hadapannya. Air matanya terus meleleh. Ia hanya bisa menshalati ibunya dan mengantarkan jenazah ibunya ke peristirahatan terakhirnya.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya di usianya yang ke-15, ia harus berpisah dengan Ayahnya yang tiada. Ia merasa terpukul. Dan hampir jatuh dalam kehidupan yang begitu suram. Ia begitu kesepian. Merasa bahwa ia hidup sendirian. Walaupun keluarganya bisa disebut keluarga besar, namun ia begitu kesepian.
Ia memiliki 7 orang kakak yang telah menikah dan mempunyai kehidupan masing-masing, serta seorang adik perempuan yang berumur 12 tahun.
Tadinya, ia merasakan seperti ada sebuah harapan yang menyinari kehidupannya. Ya.... kakak-kakaknya. Kakak-kakak yang mungkin bisa menyayangi dan memberi semangat padanya juga adiknya. Namun mereka malah mementingkan harta warisan peninggalan ayah dan ibunya. Sehingga pertikaian dan permusuhanlah yang menghiasi hubungan kekeluargaan mereka.
Hal ini membuatnya semakin putus asa dari kehidupan. Sampai-sampai adik perempuannya, Nisa, berkata kepadanya, ”Kak Ilham, Nisa nggak tahan hidup seperti ini. Nisa nggak kuat...”.
”Sabar yah dik, kamu tak sendirian. Kan masih ada Kak Ilham di sini”, jawab Ilham yang berusaha menenangkan Nisa. Air matanya pun meleleh. Ia merasa kasihan pada adiknya. Walaupun saat ini ia sama-sama merasa terpuruk seperti Nisa adiknya.
Tak cukup sampai di situ penderitaannya. 4 tahun kemudian, Nisa mengalami depresi yang cukup berat. Ilham semakin terpuruk. Namun, kali ini ia mencoba untuk bersabar, walaupun ia rasa sangat berat. Ia berusaha mendatangi kakak-kakaknya yang rumahnya sedikit jauh, untuk meminta bantuan. Ia berharap kakak-kakaknya mau memberikan perhatian dan kasih sayang pada Nisa, serta mau menyisihkan uang untuk membantu pengobatan Nisa.
Namun tak disangka, mereka malah menjauhi Nisa, dan berkata pada Ilham, ”kamu tahu kan ? Nisa juga punya warisan. Jadi, buat apa kami menyisihkan uang untuk pengobatannya ? buat makan sehari-hari saja kami pas-pasan, gimana mau bantu Nisa ?”
Hati Ilham langsung pecah setelah mendengar perkataan kakak-kakaknya. Ia merasa seperti orang yang paling menderita di dunia. Ia berkata dalam hatinya, ”Mengapa hidup ini tak adil ?”. Lengkap sudah penderitaannya.
Akan tetapi, Allah memberikan cahaya harapan pada Ilham. Hati Ilham begitu tertegun dan bergetar setelah bertemu dengan temannya, Hizbi. Ia memberikan nasehat pada Ilham, ”Temanku, aku ikut prihatin dan sedih atas musibah-musibah yang telah menimpamu. Dan mungkin aku pun tak sanggup bila Allah menimpakan musibah-musibah tersebut padaku. Kau adalah orang yang kuat. Ingatlah, Allah itu tidak akan memberikan beban hidup pada seseorang, melainkan sesuai dengan kemampuannya. Allah itu tidak akan menzhalimi kamu sedikit pun. Musibah-musibah itu hanyalah ujian hidup dari Allah. Dan Allah memberikan ujian kepada hamba-Nya karena Alah sayang pada hamba-Nya. Janganlah kamu putus asa dari mengharap rahmat Allah. Bersabarlah. Masih ada Allah yang setia bersamamu. Masih ada aku yang selalu mendukungmu. Dan masih ada adikmu yang kini perlu kau tolong. Berilah perhatian padanya. Ingatlah, Allah bersama kita. selalu”.
Hati Ilham yang keras, jadi luluh. Ia seperti mendapatkan seutas tali yang dapat menarik tubuhnya dari dasar sumur yang dalam. Ia seperti mendapatkan cahaya yang menyinarinya saat ia terjebak dalam gua yang sangat gelap. Ia seperti mendapatkan sayap saat ia jatuh ke dalam jurang tanpa dasar. Ia mendapatkan secercah harapan saat ia terjebak dalam kehidupan yang dipenuhi keputus-asaan. Ia berusaha untuk bangkit. Dan terus berjalan ke depan. Untuk sebuah harapan.
Hari demi hari, ia isi kehidupannya dengan menuntut ilmu agama. Ia pelajari. Ia pahami. Dan ia amalkan. Ia terus mendekatkan diri pada Allah. Ia jadikan Allah sebagai tempat kembalinya segala urusan. Dan Allah pun memberikan pertolongan-Nya pada Ilham. Itu adalah sebuah keajaiban. Keajaiban yang tiada lain adalah dengan membaiknya kondisi mental Nisa yang mengalami depresi. Hal itu membuat Ilham semakin bersemangat dalam menjalani hidup. Ia yakin pada suatu ayat yang berbunyi, ”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan membuat segala urusannya jadi mudah”.
”Al-Hamdulillah, Yaa... Allah”, bisiknya dalam hati. Kini Ilham merasa tak sendiri lagi. Karena Allah selalu bersamanya.
Malam itu dalam Tahajudnya, ia memasrahkan dirinya pada Allah. Ia terus beristighfar dan bertaubat. Ia telah sadar bahwa hidup ini harus disyukuri. Ujian hidup yang menimpanya dulu itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan ujian hidup yang diberikan pada Nabinya, Nabi Muhammad saw. Beliau ditinggal ayahnya ketika beliau masih berada dalam kandungan. Sehingga belum sempat melihat wajah ayahnya. Lalu ketika berumur 2 tahun, beliau ditinggalkan oleh ibunya yang tiada di desa Abwa. Tak cukup sampai di situ, beliau juga ditinggalkan oleh kakeknya, pamannya, dan juga istrinya yang sangat beliau cintai. Namun beliau tetap tegar.
Ilham begitu malu pada dirinya sendiri. Ia merasa bahwa dirinya bukan orang yang paling menderita di dunia. Jika hidup direnungi, maka menurutnya hidup adalah kasih sayang dari Sang Maha Penyayang. Bersyukurlah. Syukurilah hidupmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar