mau dapat penghasilan gratis? klik di bawah ini!

readbud - get paid to read and rate articles

Jumat, 16 April 2010

Murid Baru

..... Sambungan dari cerpen "Sekolahku, Madrasah Aliyah Al-Huda"

Hari ini, aku belajar Biologi. Praktek Perkecambahan adalah menu utamanya. Beberapa kelompok pun dibentuk. Jia, Deden, dan Rino yang menjadi teman sekelompokku, mendapatkan bagian perkecambahan Jagung. Ketika kami mulai memasukan kapas ke dalam pot mini, tiba-tiba saja Jia berbicara kepadaku,
“Hei Adi, kau tahu nggak?, hari ini akan datang dua orang murid baru. Aku, Deden, dan Rino sudah mengetahuinya dari sejam yang lalu.”
“emang kau tahu dari siapa?, jangan-jangan ini gossip, kau tahu kan ngegosip alias membicarakan orang lain itu nggak baik !, hal itu sama saja dengan memakan bangkai saudaramu sendiri”. Ujarku dengan suara pelan.
“ini bukan gossip atau membicarakan orang lain, ini fakta kok, beneran, soalnya tadi kita denger ini langsung dari kepala sekolah”. Jia berusaha meyakinkanku.

“Iya, kamu saja Adi yang suuzhon kepada kami!”. Deden membela Jia.
“Astaghfirulloh, kalau begitu, maafkan aku bila aku suuzhon kepada kalian. Tapi ngomong-ngomong murid barunya laki-laki atau perempuan?” aku jadi penasaran.
“Yaa…, kita nggak tahu sih, tapi yang jelas dua murid baru itu pada awalnya menjadi perdebatan antara kepala sekolah dan para guru, soalnya penerimaan murid baru pada kondisi seperti ini alias mendekati Ujian Nasional memang sulit. Tapi akhirnya mereka diterima dengan alasan yang kami nggak tau menau tentang itu”. Jawab Jia dengan meyakinkan.
Sudah, sudah, kalian itu ngobrol terus sih, kita udah ketinggalan sama kelompok yang lain”. Rino menghentikan pembicaraan.
Rino adalah sainganku dalam berprestasi di kelas. Sifat serius sudah melekat pada dirinya. Kacamata minus satu setengah yang menghiasi wajahnya, memberikan kesan jenius di mata teman-teman. Aku pun kerap kali ikutan serius kalau berbicara dengannya. Yah.. itulah manusia. Alloh menciptakan manusia dengan karakter yang berbeda-beda. Sungguh, kengerianlah yang akan muncul jika manusia diciptakan dengan karakter yang sama. Justru, dengan karakter yang berbeda itulah manusia bisa hidup saling melengkapi.
Sepuluh menit pun berlalu. Tugas pertama telah diselesaikan dengan mulus. Guru Biologi pun menjelaskan langkah-langkah berikutnya. Seorang guru biologi yang akrab disapa Bu Farida ini, memiliki kemampuan mengajar yang patut diacungi jempol. Mengapa tidak?, semua murid menominasikannya sebagai guru terfavorit.
Tapi, baru beberapa menit saja Bu Farida menjelaskan, tiba-tiba dia diam dan melangkahkan kaki menuju pintu kelas. Dia melihat seorang guru piket bersama dua orang yang tidak aku kenal dari jendela kelas. Pintu pun dia buka. Guru piket mengatakan sesuatu kepadanya. Lalu, Dia membawa dua orang yang tidak ku kenal itu ke depan kelas.
“nah anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru yang datang dari Bogor. Yah silahkan kalian memperkenalkan diri kaian masing-masing!”.
Semua mata pun tertuju pada mereka berdua.
“Namaku Ilyas As-sidik, panggil saja aku Ayas. Aku pindahan dari Madrasah Aliyah Negeri Bogor. Dan ini adalah saudara kembarku Safira Az-zahra yang nama panggilannya adalah Fira. Dia juga pindahan dari MAN Bogor”. Ujar orang tersebut.
“Haaah!”
Begitulah reaksi semua murid setelah mendengar ucapannya.

“Nah, kalau kalian ingin bertanya kepada Ayas dan Fira, langsung saja tanyakan !”. Bu Farida duduk di kursinya.
Lalu Nisa, salah seorang temanku mengangkatkan tangannya,
“Aku mau nanya, kenapa kalian pindah sekolah jauh-jauh ke Bandung?, eh.. biarin aja, kan aku jadi ketemu sama Ayas yang ganteng !”.
“Uuuuuuuuhh!”. Semua murid menyorakinya.
Dengan wajah yang memerah, Ayas pun tersenyum mendengar ocehan Nisa. Dan ia menanggapinya,
“Kami pindah sekolah kesini karena ayahku dipindahkan pekerjaannya ke Bandung. Jadi, sekalian saja kami sekeluarga pindah rumah kesini. Kami berdua memilih pindah ke sekolah ini karena lumayan dekat dari rumah kami” .
Tak puas dengan jawaban Ayas, Nisa pun memperlihatkan kecentilannya,
“Emangnya rumah kamu dimana?, sekali-kali bolehkan aku berkunjung ke rumah Ayas yang ganteng ?”.
“Uuuuuuuuuuhh!”. Semua murid menyorakinya lagi.
Suasana kelas menjadi ramai. Kebisingan yang terdengar keras, mengepung kedua telingaku. Dengan mengangkatkan tangannya, Deden pun terlihat tak mau kalah dari Nisa,
“Bu, aku mau nanya sama mereka berdua!.”
“yah, langsung saja tanyakan sama mereka!”. Ujar Bu Farida.
“terima kasih atas waktunya, kalau boleh aku tau, berapa nomor sepatu kalian?”. Deden bangkit dari tempat duduknya.
“Deden!, kenapa kamu bertanya seperti itu?, memangnya kamu mau membelikan sepatu untuk mereka?”. Tanya Bu Farida.
“Nggak Bu, aku cuma ingin meramaikan suasana kelas aja!”.Deden menjawab dengan polosnya.
“Uuuuuuuuuuuhh!”. Semua murid menyorakinya.
Kelas pun bertambah ramai.
“oh yah Ayas dan Fira, kali ini kita semua sedang melakukan praktek perkecambahan, kalian boleh ikut praktek, disini ada praktek perkecambahan kacang hijau, kacang merah, dan jagung, kalian boleh memilihnya”. Tawaran Bu Farida kepada Ayas dan Fira.
Mereka pun terlihat berdiskusi. Aku berharap mereka memilih praktek perkecambahan jagung. Dan setelah lama menunggu, mereka pun memberikan keputusan.
“Bu, kami berdua ingin melakukan praktek perkecambahan jagung”. Ujar Ayas.
“Yes !”. aku spontan setelah mendengar keputusan mereka.
“ kenapa kamu Adi, kok tiba-tiba ngatain Yes sih?”. Jia terkejut.
Aku jadi tersendat. Nafasku menjadi sesak karena pertanyaan Jia.
“Oh…., eee..enggak, nggak apa-apa kok!”. Ujarku kaku.
Nafas pun menjadi lega setelah berbicara seperti itu. Namun, itu hanya sementara. Ketika aku melihat Fira datang mendekati kelompokku, nafas pun kembali sesak.
‘oh, ya Alloh, apa ini mimpi. Kenapa Fira mendekati kelompokku?’. Hatiku berbisik.
‘Deg deg, deg deg, deg deg!’. Jantungku berdetak cepat.
Fira pun berdiri di sebelah mejaku,
“apakah aku dan Ayas boleh bergabung?”. Tanya Fira.
Suaranya terdengar lembut bagaikan suara seruling yang melantun di indahnya malam.
Ini mengakibatkan jantungku berdetak semakin cepat. Kedua mata pun terus tertuju pada wajah cantiknya. Aku berusah menenangkan pikiranku.
‘Tenanglah, Tenanglah, jangan canggung’. Hatiku terus berkata seperti itu.
Ku tarik nafas dalam-dalam, lalu ku keluarkan secara perlahan.
‘Hah !’. hatiku agak sedikit tenang. Ku palingkan sorot kedua mataku kea rah meja.
“Kok kalian malah diam, boleh tidak aku dan Ayas bergabung dengan kalian berempat?”. Fira merasa aneh.
Deden, Jia, dan Rino tak menjawabnya. Mereka diam. Seolah-olah mereka punya anggapan bahwa Fira hanya bertanya kepada ku. Deangan terpaksa, aku berusaha menggerakan bibir ku.
“Bo…boleh!”. Aku berusah tidak canggung.
“Oh, kalau begitu Syukron”.Fira terlihat senang.
“Tapi kok kamu datang ke kelompok kami sih?”.
“Kan Cuma kalian kan yang melakukan praktek perkecambahan jagung?”
“Iya sih, emm… ngomong-ngomong Ayas nya kok nggak diajak kesini?”. Aku menggaruk-garuk kepala bagian belakang.
“Itu, di belakang kamu!”. Fira tersenyum.
“oh…di belakang yah, afwan aku nggak melihat kamu Yas!”.
Begitulah ucapan canggung bercampur malu setelah aku menengok ke belakang. Deden dan Jia terlihat mentertawakan ku. Wajah ku pun jadi memerah. Dengan perasaan yang malu, aku mempersilahkan Fira dan Ayas duduk di kursi.
Sungguh, baru pertama kali aku merasakan hal seperti ini. Aku jadi canggung setelah menatap wajah cantik seorang wanita. Mungkin, inilah yang disebut kekaguman dari seorang laki-laki terhadap seorang wanita. Aku pun jadi teringat Firman Alloh yang kemarin aku baca,
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita…”
Namun, aku sadar. Ni hanya sebatas kesenangan duniawi saja. Kesenangan yang hanya sementara. Kesenangan yang tidak boleh menghalangi ibadahku kepada Alloh.
Hatiku kembali tenang. Jantungku yang berdetak cepat, kini kenbali normal. Kedua murid baru itu berkenalan dengan kelompokku. Namun, dari perkenalan tersebut, ada satu hal yang membuat mulutku tak bisa berhenti tertawa. Yaitu ketika Deden memperkenalkan dirinya kepada Fira. Dia memakai nama Joni. Ledekan keras pun dilontarkan Jia,
“Den, sejak kapan kamu berganti nama, kok nggak ngasih tau kita-kita sih?. Tapi bagus kok, seperti nama pelawak, Jojon!”.
Semua orang yang mendengarnya pun tertawa. Bahkan Rino yang selalu serius pun tak bisa menahan tawanya. Suasana kelas kembali ramai. Wajah Deden terihat memerah seperti kebakaran. Aku pun mengipasi wajahnya dengan buku tipis yang ada di atas meja.
“Yee…kalian sirik aja sih, maaf Fira, nama asliku Dendi, kamu bisa memanggilku Deden”. Deden meminta maaf kepada Fira.
Perbincangan pun terus berlanjut. Sedikit demi sedikit aku jadi mengenal Ayas dan Fira. Walaupun mereka saudara kembar, namun ternyata kepribadian mereka sungguh kontras. Mulai dari kebiasaan mereka sehari-hari, sampai kepintaran mereka dalam belajar di sekolah.
Ayas mengatakan bahwa dia sangat suka membaca komik, khususnya komik Dragon Ball. Bahkan dia mengatakan, koleksi komiknya itu telah mencapai 300 buah komik.
Jumlah yang banyak untuk ukuran seorang pelajar. Aku jadi kagum kepadanya. Namun, ketika berbicara masalah prestasi di kelas, Ayas mengatakan bahwa dia tidak masuk peringkat 10 besar di sekolahnya ketika dia masih bersekolah di MAN Bogor. Berbeda sekali dengan Fira, Ayas mengatakan bahwa Fira selalu masuk peringkat 3 besar di kelasnya. Bahkan kebiasaannya pun adalah membaca Al-qur an. Subhaanalloh, sungguh luar biasa. Dengan kebiasaannya itu, Fira telah menunjukan bahwa dia adalah seorang muslim.
Tak lama kemudian, aku teringat akan tugas perkecambahan kedua yang belum selesai. Aku pun mengingatkan teman-teman sekelompokku untuk bergeges menyelesaikan tugas tersebut. Tak lupa, aku pun mengajak Fira dan Ayas untuk membantu kelompokku.

Bersambung ke Cerpen "Pengalaman Cinta" ........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar