mau dapat penghasilan gratis? klik di bawah ini!

readbud - get paid to read and rate articles

Jumat, 09 April 2010

Kisah Cinta Yang Tragis


Ada apa yah ?”. Bisikku dalam hati ketika melihat orang-orang berkerumun di sekitar halaman menara milik salah satu perusahaan selular.
Aku penasaran. Tanpa sadar kedua kakiku melangkah, mendekati kerumunan tersebut.
“Din, turun nak !, ayo !”. Teriak seorang bapak di bawah menara itu.
Dipelukannya, ada seorang ibu yang menangis histeris sambil terus-menerus memanggil nama Udin. Ternyata, ada seorang pemuda yang tengah berdiri di puncak menara yang menjulang tinggi itu. Lima meter di bawahnya, merayap seorang bapak berseragam satpam yang tengah menawarkan uang seratus ribu rupiah kepada pemuda yang tatapannya terlihat suram itu.
Aku pun terkejut. Aku mencoba bertanya pada salah satu warga,
“Maaf pak, ini ada apa yah ?”
“Ini nak, ada yang mau terjun dari menara, mungkin mau bunuh diri”. Jawab seorang bapak yang rambutnya terlihat sedikit beruban.
“Bunuh diri ?, masya Allah !”
“Iya nak !”
“Emangnya kenapa, pak ?”
“Yang bapak denger sih, pemuda yang naik menara itu nggak direstui nikahnya sama orang tuanya”
Bibirku langsung terdiam setelah mendengar cerita bapak tersebut. Aku teringat akan diriku sendiri yang tiga hari lagi akan mengakhiri masa lajangku. Menyempurnakan islam, temanku bilang. Karena, menikah itu adalah setengah dari islam.
Waktu itu, nasibku sama seperti nasibnya. Tidak direstui orang tua. Alasannya sederhana. ‘Menikah itu harus berurutan’. Kebetulan kakak perempuanku belum menikah. Jadi, ketika aku meminta restu dari orang tua, mereka tak memberikannya. Kata mereka yang harus menikah dahulu adalah kakak perempuanku, baru kemudian giliranku.
Namun, pada akhirnya Kak Mira, kakak perempuanku itu memberikan penjelasan kepada orang tuaku. Kak Mira berkata bahwa mati pun tidak berurutan, kenapa menikah mesti berurutan ?. Hati orang tuaku luluh. Mungkin tersadar karena
ucapan Kak Mira. Mereka pun memberikan restu kepadaku dengan hati yang penuh
keikhlasan.
Aku sangat bersyukur. Lidah ini pun berdzikir penuh Tahmid. Pada saat itu juga aku langsung sujud syukur kepada Allah. Sungguh bahagia hati ini. Berbunga-bunga.
Hingga saat ini, aku masih dalam proses persiapan menuju pernikahan. Satu jam yang lalu saja, aku telah membeli sebuah cincin dan kalung untuk kujadikan sebagai mas kawin. Persiapanku hampir matang. Aku baru saja pulang dari pasar. Dan tak sengaja melewati tempat ini.
* * *
Lima menit pun berlalu, dan pemuda itu pun masih tak mau turun. Seribu satu cara telah dilakukan supaya pemuda itu mengurungkan niatnya. Mulai dari membujuk dengan kata-kata yang halus, sampai diiming-imingi dengan uang yang jumlahnya sangat besar, sepuluh juta rupiah. Tapi, hasilnya tetap saja.
Aku sungguh marah melihat situasi ini. Apakah bunuh diri merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh ?. Apakah sama sekali tidak ada jalan yang lain ?. Apakah demi mendapatkan restu dari orang tua kita harus melanggar aturan yang telah ditetapkan Allah ?. Bunuh diri kan dosa besar ?. Aku pun semakin emosi.
Dan tiba-tiba saja,
“Aaaaaaaaaah !!”. Semua warga menjerit.
Pemuda yang putus asa itu melompat dari menara setinggi lima puluh meter. Terlihat di pelupuk mata detik-detik jatuhnya. Waktu seakan melambat. Aku sungguh tak percaya menyaksikan ini. Seperti mimpi. Suara jeritan warga semakin mengeras. Membuatku takut. Warga yang mempersiapkan matras pun tak sempat menangkapnya. Terlalu mendadak.
Dan …
“Bruk !”
Terdengar keras suara hantaman tubuh pemuda itu ke tanah. Tanah pun merah bersimbahkan darah. Aku tak kuasa melihatnya. Ibunya pun pingsan. Semua warga langsung bergegas untuk menolong pemuda malang itu. Namun, terlambat. Malaikat maut telah mencabut nyawanya. Suasana haru dan mencekam begitu terasa. Ayahnya menangis histeris sambil berkata,
“Din…, kenapa kamu harus seperti ini Nak !, heu….”
Aku hanya terdiam. Tak bisa berbuat apa-apa. Tanpa disadari, air mata pun menetes. Ikut larut dalam haru. Ketika aku hendak mendekati kerumunan warga, tiba-tiba saja HP ku berdering. Ternyata ada SMS. SMS dari Kak Mira. Lalu kubuka,
“Ilham, kamu dimana ?, ayo cepat ke rumah, ada calon mertuamu nih. He… he… he…”
Bibirku jadi sedikit tersenyum. Aku mulai menghapus sisa-sisa air mata di kedua pipiku. Dengan terpaksa, ku tinggalkan tempat yang mengharukan itu.
* * *
Seminggu kemudian, aku bersama istriku yang sah berbulan madu ke Lembang. Suasananya begitu romantis. Aku sangat bahagia bisa menjalani kisah cinta yang seindah ini. Jauh berbeda dengan kisah cinta Udin, pemuda yang bunuh diri di sebuah menara seminggu yang lalu. Kisah cintanya berakhir dengan tragis. Ternyata setelah mendengar dari sebagian warga, alasan kenapa Udin tidak direstui orang tuanya karena calon istrinya adalah seorang kristiani.

2 komentar:

  1. ea ampun jangan sampe kita mengikuti jejak Udin, karena selain dosa besar juga itu suatu hal yang bodoh, masih banyakkan perempuan didunia ini.... ea g??

    BalasHapus