Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah pengikatnya.
Itulah sebuah hikmah atau pepatah islam yang terbesit di pikiranku ketika aku mengalami Drop Spirit dalam belajar, alias malas belajar. Alhamdulillah, setelah hikmah itu kurenungkan, malasnya jadi hilang, tapi sedikit.
Yah…walaupun begitu, aku harus tetap pergi ke tempat yang aku tuju, yaitu sekolah.
Ketika kubukakan pintu, hawa dingin mulai terasa di kulit, langit mendung menghiasi perjalananku di pagi hari ini. Kulangkahkan kaki ke tempat yang aku tuju. Namun, baru beberapa langkah saja aku berjalan, tiba-tiba saja kakak perempuanku memanggilku dari belakang,
“Adi !, kamu itu kebiasaan yah..., selalu lupa menutup pintu kalau mau pergi !”
“Oh.. afwan kak, aku lupa, aku buru-buru nih.., assalaamu’alaikum !”, aku terus melangkahkan kaki.
Dia adalah satu-satunya saudara yang aku punya, namanya kak Linda. Walaupun dia cerewet, namun dia baik dan cantik, seperti ibuku yang kini telah tiada. Begitu juga dengan Ayah. Ibu meninggal lima tahun yang lalu. Sedangkan ayah meninggal tiga tahun yang lalu. Walaupun mereka telah tiada, namun do’a kan selalu terucap dari kedua bibirku. Sebagaimana yang Nabi Muhamad SAW perintahkan, yaitu dengan do’a Robbighfirlii waliwaalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo.
Kini aku tinggal bersama kak Linda di dalam rumah sederhana peninggalan ayah dan ibuku. Kak Linda merupakan tulang punggung di keluargaku dari sejak tiga tahun yang lalu setelah dia diangkat menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil). Aku yang sebagai satu-satunya anak laki-laki, merasa malu dan kasihan melihat kakaknya sendiri bekerja keras membiayai selaruh kebutuhan hidup di keluargaku. Namun, dia hanya tersenyum, memberi semangat untuk belajar lebih giat kepadaku yang tiga bulan lagi akan menghadapi Ujian Nasional. Sungguh, dia seorang kakak yang menyayangi adiknya.
Aku pun terus berjalan. Sinar matahari seakan redup, tak memberikan kehangatannya.
Di pinggir-pinggir jalan, daun-daun tanaman terlihat lesu. Namun, atap sekolah semakin terlihat jelas. setitik semangat muncul di dalam hati. Ingin rasanya segera tiba di sekolah. Keinginanku ini membuat langkah semakin kupercepat. Lalu, tiba-tiba saja seseorang yang nafasnya terengah-engah menepuk bahuku dari belakang,
“assalaamu’alaikum, kok kamu nggak ngelihat ke belakang sih?, Padahal tadi aku memanggil-manggil nama kamu dari belakang !”.
“wa’alaikumussalam, eh..kamu Ji, kirain siapa? Afwan ya, aku buru-buru nih, kau tahukan bel masuk tinggal tiga menit lagi, kalau kita terlambat, kita bisa diberi sangsi!”.aku berjabatan tangan dengannya.
“tiga menit lagi?, Masya Alloh, aku nggak tahu, aku nggak sempat ngelihat jam, karna tadi aku disuruh membelikan sesuatu untuk ayahku ke warung. Kalau begitu, kita lari saja yuk !. ujarnya panik.
Dia adalah sahabatku sekaligus tetanggaku. Jia, begitulah aku memanggilnya. Sudah menjadi kebiasaanku dan dia datang pada menit-menit terakhir ke sekolah. Injury Time, kami biasa menyebutnya. Dan pada akhirnya, dengan lari-lari kecil dan nafas yang terengah-engah, kami tiba di sekolah.
’ Hah.., lega rasanya bila tiba di sekolah tepat waktu’. Begitulah perasaan yang muncul ketika itu. Keterlambatan yang bila terjadi meskipun hanya sebentar saja, akan berakibat buruk. Sangsilah yang akan menemaninya.
Push up merupakan sangsi bagi murid laki-laki yang terlambat. Banyak atau sedikitnya jumlah Push up tergantung kepada berapa menit murid laki-laki itu terlambat. Jika satu sampai sepuluh menit, maka jumlah Push upnya tiga puluh kali. Jika sepuluh sampai dua puluh menit, maka jumlah Push upnya enam puluh kali. Dan Jika lebih dari dua puluh menit, maka akan disuruh pulang lagi ke rumahnya. Sedangkan sangsi bagi murid perempuan yang terlambat adalah membersihkan halaman sampai bersih. Berbeda dengan sangsi murid laki-laki, sangsi ini tidak dikenakan waktu. Kecuali kalau terlambatnya lebih dari dua puluh menit, maka akan disuruh pulang lagi ke rumahnya.
Tidak mempunyai Gerbang merupakan alasan utama mengapa sansi-sansi seperti ini diberlakukan. Ketika bel berbunyi, anggota OSIS yang bertugas langsung stand by di halaman sekolah. Mereka bagaikan Algojo yang siap menghukum setiap murid yang terlambat.
“Kriiiiiiiiiiiing”
Bel pun berdering. Suaranya menggema di setiap penjuru sekolah. Aku pun menaiki tangga demi tangga menuju kelas yang berada di lantai tiga. Begitu sampai, terlihat pemandangan yang memanjakan mata. Mulai dari gunung-gunung dekat yang terlihat hijau, sampai gunung-gunung jauh yang terlihat biru. Subhaanalloh, itulah kata yang tepat untuk diucapkan. Dengan melihat pemandangan tersebut, aku semakin yakin akan eksistensi Alloh. Walaupun bagi manusia sepertiku mustahil dapat melihat-Nya,
Namun, Alloh pasti melihatku. Apa yang ku ucapkan, apa yang ku kerjakan, semua dilihat oleh-Nya. Bahkan tidak ada sehelai daun pun yang jatuh, kecuali Alloh melihat dan mengetahuinya.
Begitu aku memasuki kelas, wajah-wajah ceria bersinar di hadapanku. Aku pun mendekati mereka. Teman-teman yang selalu membangkitkan semangat belajarku. Kemudian aku berjabatan tangan dan mengucapkan salam kepada teman-teman sesama ikhwan. Senyum yang merekah pun muncul dari setiap teman yang ku salami. Alhamdulillah, aku sungguh merasakan kebahagiaan yang tiada tara . Aku beruntung bisa belajar di sini. Sekolahku, Madrasah Aliyah Al-Huda.
Bersambung ke cerpen "Murid Baru"........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar